Transformasi Digital di Madrasah Diminta Tak Hanya Sekedar Pengadaan Sarana

0
510

TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Agama menggandeng perusahaan penyedia teknologi pendidikan global asal Uni Emirat Arab, Alef Education, untuk mentransformasi sektor pendidikan madrasah.

Kerja sama yang terjalin sejak 2020 ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk menciptakan budaya baru, yaitu digital culture dalam rangka mendukung transformasi digital madrasah.

Alef Education akan memberikan akses gratis pembelajaran digital ke platform yang dikembangkannya kepada 500 ribu pelajar madrasah di seluruh Indonesia selama enam bulan.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk memperkenalkan masa depan hari ini,” ujar Chief Operating Officer Alef Education Nadir Zafar dalam konferensi pers, Rabu, 14 Juli 2021.

Nadir mengatakan, konten platform Alef Education akan difokuskan pada mata pelajaran matematika bagi siswa madrasah kelas VII. Platform berbasis Artificial Intelligence ini sebelumnya juga digunakan 120 ribu siswa di lebih dari 400 sekolah di UEA, Amerika, dan Kanada.

Indonesia Implementation Manager Alef Education, Juventius Suhartono, menjelaskan ada tiga tipe platform yang disediakan, yaitu platform untuk guru, siswa, dan kepala madrasah. Bedanya, platform untuk siswa dapat diakses menggunakan telepon pintar.

Keunggulan platform ini, kata Juventius, karena berisi materi pelajaran yang menarik dan interaktif, sehingga guru lebih sedikit membutuhkan perencanaan dalam proses mengajar. Platform ini juga menyediakan permainan yang mendidik untuk meningkatkan keterlibatan siswa dengan tambahan sumber pengerahuan, fitur tugas, ulasan akhir bab, umpan balik, dan fitur bintang untuk memberikan motivasi dan penghargaan pada siswa.

Menurut Juventius, platform juga mendukung diferensiasi, penilaian formatif dan sumatif, serta penggunaannya yang fleksibel. “Bisa digunakan dalam kelas, online maupun blended,” kata Juventius.

Konten matematika pada platform ini juga sudah disesuaikan dengan kurikulum di Indonesia. Juventius mengatakan, alur pembelajaran yang digunakan adalah metode ‘gasing’, yaitu akronim dari gampang, asik, dan menyenangkan. Pengembang konten tersebut adalah Yohanes Surya, ilmuwan yang aktif memberikan pelatihan fisika dan matematika.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Muhammad Ali Ramdhani meyakini kerja sama dengan Alef Education menjadi salah satu langkah menghadirkan model pembelajaran digital yang bisa dilakukan secara sinkronus (berbasis interaksi guru dan siswa pada waktu bersamaan dengan teknologi telekonferensi) maupun asinkronus (pembelajaran fleksibel dan tidak harus dalam waktu yang sama).

Menurut Ali, transformasi digital dalam pembelajaran merupakan keniscayaan terlepas dari konteks masih ada pandemi atau tidak. Apalagi, lanskap pendidikan telah mengalami berbagai pergeseran paradigma, terutama karena dorongan pandemi Covid-19.

Akibatnya, kata Ali, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan standar pendidikan kepada siswa, sekaligus melengkapi gaya belajar yang tradisional dan konvensional melalui solusi pembelajaran digital.

Selain Alef, di awal peluncuran program transformasi digital madrasah, Kemenag juga menggandeng perusahaan digital Google. Transformasi digital yang dilakukan adalah dengan cara mengintegrasikan cyber pedagogy dengan cyber technology.

Dilansir dari laman Kemenag, program ini dilakukan dengan menerapkan tiga model pembelajaran. Pertama, flipped classroom, untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Kedua, blended learning, untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan kolaborasi. Dan ketiga, project based learning, untuk membiasakan peserta didik berpikir dan bekerja kreatif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan langkah menghadirkan pembelajaran digital saja tidak cukup untuk mentransformasi pendidikan madrasah. Ia mengatakan, hal itu seperti pemindahan sarana saja. “Dulu pakai buku, sekarang pakai web. Apa bedanya?” kata Ubaid.

Jika digital hanya dipahami sebagai sarana, Ubaid mengatakan yang hanya terjadi digitalisasi, bukan transformasi. Sebab, yang perlu ditata adalah manusianya. Ia menuturkan, banyak program bantuan pemerintah ke sekolah-sekolah, seperti laboratorium, komputer, lab bahasa. Tetapi, semua itu tidak berguna dan hanya menumpuk debu di pojok sekolah. Kondisi itu terjadi lantara pemerintah tidak mengedukasi sumber daya manusianya.

Selain itu, Ubaid mengatakan pentingnya pembenahan tata kelola sekolah. Misalnya, sekolah menjadi institusi bersama yang dikelola secara partisipatif dan inklusif. Kebijakan sekolah juga harus dibicarakan dengan melibatkan pejabat sekolah, dinas pendidikan, guru, orang tua, komite sekolah, peserta didik, dan masyarakat. “Mereka bisa bersama membangun dan memajukan sekolah,” ujarnya.

Ubaid juga menyarankan pengelolaan manajemen madrasah harus dilakukan transparan dan akuntabel. Jika sekolah hanya menjadi urusan kepala sekolah saja, Ubaid meyakini standar pendidikan tidak akan maju. Sebab, semua pihak harus dilibatkan secara partisipatif sejak perencanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi. Dengan begitu, satu sama lain bisa saling bekerja sama memainkan perannya masing-masing.

Leave a reply