Sekolah Dinilai Belum Mampu Kembangkan Minat Literasi Siswa

0
587

Jakarta – Jika merefleksikan perkembangan dunia pendidikan tanah air, Indonesia masih memiliki banyak sekali pekerjaan rumah. Salah satunya adalah terkait minimnya kemampuan literasi membaca di kalangan siswa.

Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, menempatkan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Sedangkan menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Dalam diskusi catatan akhir tahun Quo Vadis Pendidikan di Indonesia yang diselenggarakan pada Senin, (30/12), Ubaid Matraji, Kornas JPPI (Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia) mengkritisi permasalahan ini. “Kualitas pendidikan di Indonesia tidak ada sama sekali berbicara tentang pencapaian pendidikan, pemerintah itu hanya fokus di pendidikan formal,” jelas Ubaid. “Yang paling parah prosesnya adalah soal kemampuan literasi membaca kita rendah sekali. Gerakan literasi nasional pertanyaannya adalah sejauh mana itu bisa diimplementasikan?” tambahnya.

Menurut Ubaid, dampak literasi yang rendah dan minat membaca yang minim membuat masyarakat tidak bisa memilah informasi. Hal tersebut, menurut Ubaid bisa dilihat dengan belum adanya gerakan literasi yang komprehensif yang diinisiasi di sekolah, di lingkungan keluarga juga masyarakat. “Pemerintah hanya fokus di sekolah. Namun, sekolahnya juga sekolah yang terbatas. Silakan masuk ke sekolah-sekolah manapun masuk di pusat literasinya, cek di perpustakaannya banyak yang ruangannya dikunci terus, itu menunjukkan bagaimana tingkat literasi di sekolah itu tidak terkoneksi. Padahal, antara gerakan literasi yang ada di keluarga, gerakan literasi yang ada di lingkungan masyarakat sekolah menjadi tiga dimensi penting dalam gerakan literasi ini,” jelas Ubaid.

Leave a reply