https://www.new-indonesia.org/wp-content/uploads/2024/05/2016_reorienttation-of-equitable-education-budget_indo-n-english.pdf

Reorienttation of Equitable Education Budget – Indonesia and English

0
100

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, Angka Partisipasi Kasar (APK) program wajib belajar sembilan tahun baru mencapai 98,11 persen atau 12,7 juta anak. Realisasi data UNICEF menyebutkan dalam 20 tahun terakhir rasio bersih anak usia sekolah di tanah air mencapai 94 persen. Meski demikian, di tanah air hingga kini masih sangat banyak anak-anak usia 7-15 tahun atau usia sekolah yang belum sempat mengenyam pendidikan.

Tingginya anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan angka putus sekolah di tanah air membuat tingkat Indonesia turun dalam indeks pembangunan pendidikan untuk semua (education for all) dari badan dunia yang mengurusi pendidikan, UNESCO. Tahun 2011 sebanyak 527.850 anak atau 1,7 persen dari 31,5 juta anak sekolah dasar putus sekolah. Kondisi demikian membuat peringkat Indonesia turun ke posisi 69 dari 127 negara. Tahun lalu peringkat Indonesia ada pada posisi 65. Faktor lain adalah tingginya angka buta huruf nasional yang masih lebih tinggi dari 7 persen turut mempengaruhi
peringkat Indonesia.

Penyelenggaraan pendidikan secara adil dan merata merupakan kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (2) dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 ayat (2) telah menjamin seluruh warga Negara untuk mengikuti pendidikan dasar, tanpa terkecuali, dengan seluruh pembiayaannya disediakan oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota.

Frasa ‘setiap warga negara’ yang disebutkan dalam konstitusi merupakan kata kunci atas kewajiban pemerintah dan pemerintah untuk memberlakukan kebijakan pendidikan untuk semua (education for all), tanpa membedakan jenis kelamin, perbedaan status sosial dan ekonomi, perbedaan usia, serta perbedaan keadaan fisik. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2008 sebagai ruang diskresi dan inovasi kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan atau meningkatkan jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. Kebijakan ini faktanya belum terealisasi secara optimal, karena hingga tahun 2015, tercatat angka anak putus sekolah mencapai 4.489.000 siswa. Dari jumlah tersebut, 1,6 jutanya adalah siswa usia sekolah menengah.

Pada tahun 2012 pemerintah akhirnya mulai merintis program wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun yang dipersiapkan implementasinya pada tahun anggaran 2014. Terdapat dua upaya yang ditempuh yaitu pertama menambahkan alokasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA/SMK/MA supaya wajib belajar 12 tahun dapat terwujud, dan kedua menyiapkan revisi UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sampai saat ini upaya kedua tersebut belum berhasil dicapai, sehingga rintisan pendidikan dasar 12 tahun masih tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

Upaya memperluas pemenuhan pendidikan dasar sampai dengan 12 tahun tersebut semakin sulit direalisasikan di tingkat kabupaten/ kota setelah terbitnya UndangUndang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pada matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/ kota disebutkan bahwa pengelolaan pendidikan menengah hanya menjadi kewenangan daerah provinsi. Setelah melewati masa transisi sampai akhir tahun 2016, maka kebijakan anggaran pendidikan tahun 2017 dan seterusnya, daerah kabupaten/ kota
tidak akan lagi dapat mengalokasikan anggaran untuk program pendidikan menengah untuk diintegrasikan dengan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.

Penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar melalui jalur formal yang tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap terpenuhinya Angka Partisipasi Murni (APM) secara cepat, harus ditopang oleh jalur pendidikan non-formal berbasis peran serta masyarakat. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Rekomendasi Hasil Kajian Anggaran 20 Daerah Tahun 2016 Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Peran pemerintah daerah dalam melakukan pemenuhan wajib belajar pendidikan dasar melalui jalur formal dan nonformal harus diwujudkan melalui komitmen kebijakan pembangunan dan kebijakan anggaran yang memadai dan optimal. Untuk mengetahui kualitas kebijakan di tingkat daerah, maka NEW Indonesia sebagai bagian dari jaringan organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk pemantauan pendidikan, melakukan inisiatif melalui kajian secara kualitatif terhaap kebijakan anggaran pendidikan tahun 2016 pada 20 kabupaten/ kota.

Tujuan akhir dari pelaksanaan kajian ini adalah untuk memberikan opsi perbaikan kebijakan pendidikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Salah satu aspek vital dari kebijakan tersebut adalah berkaitan dengan reorientasi kebijakan anggaran agar lebih tepat sasaran, berkontribusi terhadap pencapaian target pemenuhan APM, efisien, efektif dan akuntabel.

Download: Reorienttation of Equitable Education Budget – Indonesia and English

Reorienttation of Equitable Education Budget - Indonesia and English

Comments are closed.