PPDB Ricuh, Pemprov DKI Jakarta Diminta Fasilitasi Murid yang Tak Lolos Seleksi

0
477

Pemerintah harus memikirkan jalan keluar agar tak ada anak-anak di DKI Jakarta yang putus sekolah.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020 di DKI Jakarta berjalan ricuh. Kericuhan ini disebabkan karena Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengubah sistem pendaftaran melalui Jalur Zonasi menggunakan Usia Tertua ke Usia Termuda sebagai proritas utama sebagaimana tercantum dalam Keputusan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Aturan ini dinilai bertentangan dengan Permendikbud No. 44/2020 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji, menyebut bahwa proses penerimaan siswa baru di Indonesia memang kerap menuai polemik, baik di pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Untuk tahun ini, PPDB di DKI Jakarta menjadi perhatian lantaran adanya perbedaan penerapan regulasi, di mana seleksi menggunakan kriteria usia dan bukan zonasi.

Ubaid menilai bahwa selayaknya aturan PPDB DKI Jakarta batal karena bertentangan dengan Permendikbud 44/2020. Ia juga mengkritik pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang terkesan lepas tangan setelah menerbitkan aturan, minim pengawasan sehingga kericuhan saat PPDB terulang tiap tahunnya.

“Aturan PPDB DKI jelas batal karena bertentangan dengan Pemendikbud 44 Tahun 2020. Seharusnya seleksi didasarkan pada jarak, tapi DKI Jakarta berdasarkan usia. Pemerintah keluarkan aturan terus lepas tangan, tiap tahun ada polemik, pungli, dan ricuh. Seharusnya bikin posko, pemerintah harus punya struktur itu, saat PPDB tidak ada posko harusnya ada pengawasan lebih massif kemudian partisipasi masyarakat bisa kesitu. PPDB online bermaslaah sehingga PPDB offline tetap dilakukan, dan ini adalah lahan basah yang potensial jual beli kursi dan itu lepas dari perhatian pemerintah,” kata Ubaid dalam sebuah diksusi daring, Jumat (3/7).

Perwakilan Koalisi Orang Tua Murid Jakarta, Kusman Sulaeman, mengaku kecewa terhadap aturan terbaru PPDB di DKI Jakarta. Seluruh jalur PPDB yang disediakan oleh pemerintah dalam Permendikbud 44/2020 penerapannya bermasalah, termasuk jalur prestasi.

Kusman mencatat settidakya ada empat pasal Permendibud yang dilanggar oleh DKI Jakarta, yakni Pasal 11 mengenai urutan yang didahulukan, pasal 25 ayat (1) dan (2) dimana seleksi didasarkan apda jarak, dan juga pasal 28. “Aturan di DKI Jakarta menggunakan usia. Banyak yang mengecewakan termasuk jalur prestasi,” imbuhnya.

Perwakilan Koalisi Orang Tua Murid Jakarta lainnya, Jumono mengklaim bahwa pihak perwakilan orang tua selalu menyurati Dinas Pendidikan tiap tahun ajaran baru. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan masukan terkait kriteria PPDB. Namun sayangnya, masukan itu tidak pernah terakomodir dalam Juknis PPDb sehingga saat diterapkan selalu memunculkan persoalan.

Selain itu, pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkesan mengabaikan sosialiasi terkait aturan terbaru PPDB. Akibatnya, orang tua murid banyak yang tidak paham dan berdampak kepada nasib pemenuhan Pendidikan anak.

Namun mengingat waktu PPDB sudah berakhir, maka Juwono menilai pemerintah harus memikirkan jalan keluar agar tak ada anak-anak di DKI Jakarta yang putus sekolah, mengingat pembatalan PPDB tak bisa dilakukan. Dalam konteks ini, Dinas Dikbud DKI Jakarta diharapkan dapat turun tangan untuk mencari jalan keluar untuk anak-anak yang tidak tertampung di sekolah negeri dan swasta karena terkendala biaya.

“Daya tampung untuk di DKI terhadap jumlah lulusan berbading jauh, kalau dirilis di media SMP baru 32 persen, SMA 19 persen. Pemprov harus memenuhi wajib belajar itu harus dituangkan dalam pembiayaan artinya bahwa anak-anak usia sekolah jangan putus sekolah. Caranya ya dibiayai walaupun swasta, membiayai anak-anak yang tidak tertampung di negeri ke swasta. Pemprov DKI harus menutup itu, alokasi dana Pendidikan DKI besar, tapi habis untuk apa masyarakat tidak tahu,” tegasnya.

Ubaid menambahkan salah satu jalan keluar yang bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat ini adalah dengan menambah kuota zonasi. Karena bagaimanapun, lanjut Ubaid, anak-anak yang tak lolos seleksi PPDB menjadi tanggung jawab pemerintah untuk di distribusikan.

“Aturan sebelumnya sudah dijalankan ya dicabut. Sekarang begini kalau sudah lolos, kemudian registrasi ulang akan lebih ricuh. Pemerintah harus menambahkan kuota zonasi. Anak-anak yang sudah mendaftar tapi tak lolos jd tanggung jawab pemerintah untuk mendistribusikannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menyatakan PPDB tahun 2020 sudah sesuai peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Proses yang sudah dilalui dan akan dijalankan dalam PPDB 2020 ini kami sudah berkoordinasi dengan Kemendikbud dan sudah sesuai dengan peraturan kementerian yang ada,” kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana, seperti dilansir Antara, Senin (29/6).

Menurutnya, PPDB Tahun Ajaran 2020/2021 DKI Jakarta sudah menyelesaikan empat tahapan seleksi PPDB, yakni jalur inklusi, afirmasi, prestasi non akademis dan jalur zonasi dengan kuota yang sudah ditentukan. Kuota tersebut berdasar Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang ditetapkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 Desember 2019 besaran kuota untuk jalur zonasi adalah 70 persen, namun itu masih dibagi lagi.

Itu terdapat dalam Pasal 11 ayat 2 yang berisi jalur zonasi paling sedikit 50 persen dari daya tampung sekolah. Untuk jalur afirmasi (warga kurang mampu) paling sedikit 15 persen dari daya tampung sekolah.

Jalur perpindahan tugas orang tua/wali paling banyak lima persen dari daya tampung Sekolah. Sedang sisa kuota sebesar 30 persen digunakan untuk jalur prestasi yang meningkat dari sebelumnya yang hanya sekitar 15 persen. Kendati demikian, pemerintah daerah memiliki keleluasaan soal kuota tersebut asalkan minimal kuota dalam Permendikbud itu terpenuhi.

Leave a reply