Pendidikan Kesehatan Reproduksi Baiknya Tetap Lebur dalam Mapel

0
476

Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud, Muhadjir Effendy berencana mengeksklusifkan atau menyendirikan pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) sebagai kokurikuler. Rencana ini dinilai kurang tepat, dikhawatirkan akan membebani dan mengakibatkan pemahaman siswa akan terpotong-potong dan tidak integratif.

Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matrajimenilai, selama ini pendidikan kespro di sekolah-sekolah belum optimal. Padahal kespro sangat penting untuk dipahami generasi muda.

Menurutnya, pendidikan kespro baiknya tetap dilebur ke dalam mata pelajaran lain seperti Biologi, agar terintegrasi denganmata pelajaran yang sudah ada. Seperti diberitakan sebelumnya, rencana Muhadjir menjadikan pendidikan kesehatan reproduksi berdiri sendiri menjadi kokurikuler karena materi reproduksi yang terkandung pada mata pelajaran tersebut belum optimal.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse Sad
Muhadjir ingin materi kespro ini lebih fokus, seperti pendidikan keputrian yang pernah diterapkan di sekolah-sekolah tempo dulu. Namun, kata Ubaid,jika pendekatan yang selama ini dilakukan melalui mata pelajaran dirasa belum optimal, maka yang harus menjadi sorotan adalah gurunya. Bukan malah menyendirikan pendidikan reproduksi.

“Harus dievaluasi gurunya, lalu harus ada program peningkatan kapasitas guru. Harus begitu, bukan malah nambahi beban siswa dan siswa lagi-lagi dijadikan obyek ketidakmampuan guru dalam pembelajaran di kelas,” kata Ubaid kepada Medcom.id, Jakarta, Jumat. 23 Agustus 2019.

Ia meminta Kemendikbud untuk tidak menyalahkan siswa, atas ketidakmampuan guru yang tidak dapat menyampaikan materi pendidikan reproduksi dengan baik. “Yang harus dievaluasi lalu diintervensi kemampuannya supaya ada kenaikan kompetensi dan perbaikan mutu itu gurunya,” tegas Ubaid.

Ubaid justru meminta pemerintah meningkatkan kapasitas guru, agar mampu menguasai materi dan menginternalisasikan dalam proses belajar mengajar di kelas. Untuk itu sekolah, ujar Ubaid, seharusnya juga bisa menggandeng lembaga-lembaga yang concern terhadap pendidikan reproduksi.

Termasuk masyarakat sipil yang juga mempunyai perhatian. “Tapi sayangnya selama ini mereka ditinggalkan dan tidak dijadikan bagian dari masyarakat sekolah. Ini fatal akibatnya. pentingnya sekolah perlu bergandengan tangan dengan lembaga-lembaga terkait,” ujarnya.

Wacana ini menjadikan pendidikan kespro menjadi kokurikuler, kata Muhadjir, berangkat dari fakta masih tingginya angka stunting di Indonesia. Muhadjir mengatakan dirinya mengacu pada pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peringatan Hari Kemerdekaan di Gedung MPR beberapa waktu lalu.

“Presiden menekankan pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD itu juga terkait kesehatan ibu dan anak. Beliau juga menyinggung tingginya angka stunting bukan karena kekurangan gizi saat gede tapi ketika di dalam kandungan,” terangnya.

Untuk itu,pihaknya telah berdiskusi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk meninjau kembali atau menguatkan kembali pendidikan reproduksi di sekolah. Selama ini, pendidikan reproduksi dimasukkan sejumlah mata pelajaran, salah satunya Biologi.

“Karena itu saya sarankan untuk sekolah mulai menyendirikan atau mengeksklusifkan pendidikan reproduksi atau yang dulu disebut keputrian,” kata Muhadjir di Kampus Uhamka, Jakarta Timur, Rabu 21 Agustus 2019.

Leave a reply