Pemerhati Pendidikan Soroti Program Merdeka Belajar

0
99

Pemerhati pendidikan Ubaid Matraji menyoroti program Merdeka Belajar yang digulirkan Kemendikbudristek. Meski banyak capaian positif, namun sejumlah tantangan masih belum terselesaikan.

“Merdeka Belajar ini belum mampu menjawab tantangan yang masih dasar sekali. Yaitu, akses pendidikan di Indonesia,” kata Ubaid dalam perbincangan bersama Pro3 RRI, Kamis (2/5/2024).

Ubaid mengungkapkan, hingga kini masih banyak anak-anak Indonesia yang tidak bisa sekolah. Hal ini dikategorikan sebagai Anak Tidak Sekolah atau ATS.

“Anak Tidak Sekolah ini berbeda dengan anak putus sekolah,” ujar Ubaid. Ubaid mencatat ada sekitar 3 juta anak Indonesia masuk kategori Anak Tidak Sekolah.

Padahal, anak-anak Indonesia ini mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. “Mestinya ini layanan dasar soal masuk sekolah dan mempunyai tekad hal yang sama,” ujarnya.

Apalagi, kata dia, Undang Undang 1945 dan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional semua menjamin seluruh anak Indonesia untuk bisa sekolah. “Mereka harus bisa sekolah dari SD hingga SMA,” ucapnya.

Selain akses pendidikan, ia menyebut, tantangan lain adalah masalah ekonomi yang mendominasi. Menurutnya, sekolah dan kuliah masih menjadi sesuatu yang mahal di Indonesia.

“Jadi masih ada jutaan anak Indonesia yang left behind ya. Yang tertinggal untuk mendapatkan pemenuhan hak pendidikan berkualitas dan berkeadilan,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Tim Kurikulum, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Yogi Anggraena menyampaikan seputar program Merdeka Belajar. Ia mengingatkan, bahwa indikator keberhasilan belajar selaras dengan kurikulum merdeka jika kegiatan belajar menyenangkan.

“Selain itu, kegiatan anak-anak belajar juga berlangsung secara mendalam,” ucapnya, seperti dikutip dari Antaranews. Tujuan dari kurikulum merdeka, yakni ingin fokus materi esensial, hilangkan materi yang tidak penting.

Sehingga anak tidak dijejali lagi berbagai materi untuk menghindari siswa tertekan dan tidak memahami. Saat awal perancangan, kata dia, Presiden RI Joko Widodo meminta untuk menyederhanakan kurikulum.

“Buat siswa jangan banyak beban, sehingga untuk mata pelajaran IPA dan IPS disederhanakan. Khusus untuk SD kedua mapel tersebut digabung, namun untuk SMP dan SMA tidak karena terkait jam mengajar gurunya,” ujarnya.

RRI.co.id

Comments are closed.