Meski Telah Dibentuk Forum Pengawasan PPDB, JPPI: Kecurangan Masih Terjadi

0
20

Pada Jumat, 21 Juni 2024, Kemendikbudristek membentuk Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan PPDB pada tahun ini oleh Kemenristekdikti.

Pembentukan forum tersebut sebagai upaya pengawasan PPDB antarkementerian, lembaga dan pemda sangat penting untuk menyukseskan pelaksanaan PPDB yang sejalan dengan tiga prinsip yakni objektif, transparan, dan akuntabel.

Namun, Koordinator Nasionas (kornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPII) Ubaid Matraji menilai pembentukan forum tersebut telat. Mestinya forum ini dibentuk lebih dini, sebelum proses PPDB 2024 dimulai. Nyatanya, kini di beberapa daerah, proses PPDB sudah berakhir. Sementara di beberapa daerah lain, sudah masuk tahap akhir PPDB.

“Mestinya forum ini dibentuk lebih awal, jauh hari sebelum PPDB dimulai, sehingga ada banyak hal yang bisa diperbincangkan. Jadi tidak hanya membincangkan soal teknis pengawasan, tapi hal-hal startagis yang lebih berdampak pada mutu proses dan sistem yang berkeadilan,” kata Ubaid pada Senin, 24 Juni 2024.

Selain soal keterlambatan, menurut Ubaid, forum ini juga terkesan tidak partisipatif dan mewadahi peran satu pihak saja. Idealnya forum bersama ya harus melibatkan semua pihak, baik dari lembaga pemerintah maupun masyarakat sipil. Sayangnya, forum bersama ini hanya diisi oleh satu pihak dari pemerintah saja (Kemendikbudristek, Kemenko PMK, Kemendagri, KPK, KPAI, dan Ombudsman RI).

“Ini berarti Kemendikbudristek tidak menganggap penting dan memandang sebelah mata terhadap peran dan gerakan masyarakat sipil. Tanpa keterlibatan masyarakat sipil, maka ekosistem dan tatakelola pendidikan akan timpang dan tidak seimbang, bahkan memperlemah ruang partisipasi masyarakat yang hari ini kian terkikis,” tegas Ubaid.

Pada sisi lain, tiga prinsip pelaksanaan PPDB yakni objektif, transparan, dan akuntabel, yang dikemukakan oleh ibu Chatarina ini akan sulit terjadi jika sistem PPDB masih tidak berkeadilan. Ini bisa ditilik dari kasus-kasus yang terjadi tiap tahun.

“Jika dicermati, problem PPDB 2024, sama persis dengan tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada perubahan sama sekali. Begitu pula laporan pengaduan masyarakat dan hasil pemantahuan JPPI tahun ini juga sama masalahnya,” terang Ubaid.

Per 20 Juni 2024, berdasarkan laporan pengaduan dan pemantauan JPPI, terkumpul sebanyak 162 kasus, yatu: tipu-tipu nilai di jalur prestasi (42%), manipulasi KK di jalur zonasi (21) dan mutasi (7%), serta ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi (11%). Di luar itu, ada juga kasus laporan dugaan adanya gratifikasi (19%), ini dilakukan melalui 2 jalur gelap yang disebut jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam.

“Ini semua adalah kasus rutin dan tahunan terjadi. Tidak ada yang baru. Ya gitu-gitu saja tiap tahun. Maka, sayang seribu sayang, jika forum bersama yang digagas Kemendikbudristek ini hanya forum ke pengawasan. Mestinya juga mendiskusikan soal kemungkinan perubahan sistem PPDB yang lebih berkeadilan untuk semua.

Ini penting karena masalah PPDB ini bukan soal teknis implementasi, tapi sistemnya yang masih belum berkeadilan,” jelas Ubaid. Menurut Ubaid, sistem yang diterapkan saat ini sangat membingungkan orang tua. Yang ikut jalur zonasi, ternyata gagal meski jarak rumah dekat dengan sekolah. Kalau bukan jarak rumah ke sekolah, lalu ukurannya apa?.

Kasus ini tahun ini terjadi di Kota Bogor yang sempat viral minggu lalu. Kejadian ini juga juga terjadi di daerah-daerah lain. Begitu juga di jalur prestasi. Meski calon peserta didik berprestasi, tapi nyatanya tidak lulus juga.

Kasus ini ditemukan di kota Palembang yang melibatkan 7 SMAN yang melakukan praktik maladministrasi. Jadi, ukurannya apa di jalur ini? Kegagalan di jalur prestasi ini juga menumpuk laporan kekecewaaan di banyak kota-kota lainnya.

“Belum lagi, praktik ugal-ugalan terjadi di jalur gelap via gratifikasi dan jasa titipan orang dalam. Ini melibatkan banyak pihak dan menguras banyak uang. Tahun ini, dilaporakan dugaan adanya kasus ini mulai dari angka Rp. 2-25 juta terjadi di berbagai daerah,” terang Ubaid.

Akibat sistem PPDB yang belum berkeadilan, tahun 2023 lalu misalnya ditemukan jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang masih menggunung. Berdasarkan data BPS 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang, SD (0,67%), SMP (6,93%), dan SMA/SMK (21,61%).

Jika kalkulasi, JPPI mengestimasi populasi ATS ini mencapai 3 juta lebih. Ini jumlah yang sangat besar. “Itu data anak yang dipastikan tidak sekolah dan putus sekolah.

Sementara data Kemendikbudristek tahun 2023, ditemukan sejumlah 10.523.879 peserta didik yang terdiskriminasi di sekolah swasta karena harus berbayar,” papar Ubaid.

Berdasarkan fakta-fakta ini menunjukkan, bahwa pemerintah pusat dan daerah, dan juga sekolah menganggap PPDB sebagai rutinitas biasa dan justru sesak dengan oknum yang hanya ingin meraih untung cuan musiman. Mereka jelas tidak belajar dari kesalahan tahun-tahun lalu, buktinya adalah tidak adanya perubahan sistem.

“Dengan sistem yang sekarang, yang tercermin dalam Permendikbud No.1 tahun 2021, orang tua disibukkan dengan jalur ini dan jalur itu. Padahal kita semua tahu bahwa semua jalur itu isinya zonk, karena keterrsedia bangku sekolah yang kurang, ditambah lagi masalah mutu sekolah yang masih timpang. Akibatnya, mereka harus sikut sikutan menghalalkan segala cara untuk memenangi PPDB dengan sistem kompetisi berbalut zonasi dan prestasi ini,” jelas Ubaid.

Karena itu, Ubaid berharap, sistem kompetisi dalam rebutan kursi di musim PPDB ini harus diakhiri. Sistem PPDB yang seperti ini hanya menguntungkan sekolah negeri dan mendiskriminasi sekolah swasta. Begitu pula bagi anak, menguntungkan yang lulus PPDB di sekolah negeri, sementara menyiksa orang tua yang gagal, karena harus masuk swasta yg berbiaya mahal, atau swasta berbiaya murah tapi tak berkualitas.

“Apa ini yg namanya berkeadilan? Masih jauh lah. Ini jelas melenceng dari mandat konstitusi yang diemban pemerintah soal perlindungan dan pemenuhn hak anak untuk mendaptkan pendidikan yang berkulitas dan berkeadilan bagi semua,” tandas Ubaid.

Ubaid berharap, Forum Bersama yang digagas oleh Kemendikbudristek ini bisa melibatkan masyarakat sipil dan membahas bukan hanya soal teknis pengawasan, tapi mengurai dan menganalisis hal yang bersifat lebih stategis untuk perubahan sistem PPDB yang berkeadilan dan inklusif bagi semua.

banten.pikiran-rakyat.com

Comments are closed.