JPPI Tambahkan Perbandingan Sekolah Dasar Swasta Gratis dari Berbagai Negara

0
103

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada Senin (5/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan Nomor Perkara 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga Pemohon perorangan yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa merupakan ibu rumah tangga. Sedangkan Riris seorang ibu yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Anwar Usman, para Pemohon yang diwakil kuasa hukum Janses E. Sihaloho menyampaikan perbaikan permohonan. “Kami hanya menyampaikan pokok-pokok perbaikan saja, yang pertama ada perbaikan terkait dengan pasal yang kurang kutip. Sudah kami lengkapi. Terkait dengan legal standing juga sudah sedikit kami memperdalam,” kata Janses.

Kemudian terkait dengan batu uji, Janses menerangkan pihaknya fokus pada dua batu uji yaitu Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945, yang sebelumnya ada beberapa pasal yang menjadi batu uji. “Kami konsentrasi pasal itu saja. Yang selanjutnya Yang Mulia kami juga kasih gambaran permohonan kami terkait dengan neraca di APBN kita, kita ada neraca di APBN,” terang Janses E. Sihaloho.

Selain itu, pemohon juga menambahkan beberapa studi komparatif dari berbagai negara. Serta memasukkan hasil penelitian dari daerah-daerah di Indonesia yang telah mempraktekkan Pendidikan gratis dengan peran dari pemerintah daerah.

Sebagai tambahan informasi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) diuji secara materiil ke MK. Permohonan perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) atau (Network Education Watch Indonesia/New Indonesia) bersama tiga Pemohon perorangan yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

Para Pemohon menguji norma Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Selengkapnya Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”

Dalam sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (23/01/2024), para Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya Arif Suherman menyatakan bahwa frasa tersebut multitafsir, karena hanya pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri yang tidak dipungut biaya. Arif menyebut, jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya hanya dilakukan di sekolah negeri. Sedangkan jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah swasta tetap dipungut biaya. Sehingga Pasal 34 ayat (2) sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” UU Sisdiknas telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini merupakan bentuk diskriminasi pendidikan.

“Anak-anak yang mengikuti pendidikan dasar di swasta, bukan keinginan anak-anak tersebut, melainkan karena keterbatasan zonasi, maupun daya tampung sekolah negeri, sehingga dengan terpaksa anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri harus sekolah di swasta, akan tetapi banyak anak-anak yang putus sekolah karena biaya, mengingat pendidikan dasar di swasta dipungut biaya atau tidak gratis,” tegasnya.

Untuk itu, dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, inkonstitusional secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa memungut biaya”.

MKRI.ID

Comments are closed.