Jakarta: Sistem PPDB Masih Banyak Kecurangan, 3 Juta Lebih Anak Putus Sekolah

0
45

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengestimasi bahwa 3 juta lebih anak tidak sekolah (ATS) dan putus sekolah akibat sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang belum berkeadilan.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengungkapkan akibat sistem PPDB yang belum berkeadilan, tahun 2023 lalu misalnya ditemukan jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang masih menggunung. Berdasarkan data BPS 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang, SD (0,67%), SMP (6,93%), dan SMA/SMK (21,61%).

“Jika kalkulasi, JPPI mengestimasi populasi ATS ini mencapai 3 juta lebih. Ini jumlah yang sangat besar. Itu data anak yang dipastikan tidak sekolah dan putus sekolah. Sementara data Kemendikbudristek tahun 2023, ditemukan sejumlah 10.523.879 peserta didik yang terdiskriminasi di sekolah swasta karena harus berbayar,” ungkap Ubaid dalam keterangan resminya, Jakarta, Senin (24/6/2024).

Ubaid mengungkapkan per 20 Juni 2024, berdasarkan laporan pengaduan dan pemantauan JPPI, terkumpul sebanyak 162 kasus, yatu tipu-tipu nilai di jalur prestasi (42%), manipulasi KK di jalur zonasi (21) dan mutasi (7%), serta ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi (11%). Di luar itu, ada juga kasus laporan dugaan adanya gratifikasi (19%), ini dilakukan melalui dua jalur gelap yang disebut jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam.

“Ini semua adalah kasus rutin dan tahunan terjadi. Tidak ada yang baru. Ya gitu-gitu saja tiap tahun,” kata Ubaid.

Ubaid mengatakan berdasarkan fakta-fakta ini menunjukkan, bahwa pemerintah pusat dan daerah, dan juga sekolah menganggap PPDB sebagai rutinitas biasa dan justru sesak dengan oknum yang hanya ingin meraih untung cuan musiman. Mereka jelas tidak belajar dari kesalahan tahun-tahun lalu, buktinya adalah tidak adanya perubahan sistem.

“Dengan sistem yang sekarang, yang tercermin dalam Permendikbud Nomor 1 tahun 2021, orang tua disibukkan dengan jalur ini dan jalur itu. Padahal kita semua tahu bahwa semua jalur itu isinya zonk, karena ketersedian bangku sekolah yang kurang, ditambah lagi masalah mutu sekolah yang masih timpang. Akibatnya, mereka harus sikut sikutan menghalalkan segala cara untuk memenangi PPDB dengan sistem kompetisi berbalut zonasi dan prestasi ini,” kata Ubaid.

edukasi.okezone.com

Comments are closed.