Awasi Dana Pendidikan dari Bancakan Pejabat

0
503

Kerja sama Kemendikbud dan KPK mengawasi dana pendidikan harus transparan melibatkan masyarakat.

JAKARTA – Transparansi menjadi aspek utama yang harus dikedepankan menyangkut upaya mengawasi penggunaan dana pendidikan di Tanah Air. Hal ini seiring langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengawasan penggunaan anggaran pendidikan.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, dana pendidikan banyak dikorupsi dan dijadikan bancakan para pejabat. Hal ini harus dicegah. Anggaran yang rawan disalahgunakan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana sarana prasarana sekolah, infrastruktur sekolah, buku, dan pungutan liar saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

“Langkah pengawasan akan efektif jika KPK fokus pada pengawasan, pengelolaan dana, dan pencegahan,” kata Ubaid kepada HARIAN NASIONAL, baru-baru ini.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan mendorong transparansi pengelolaan dana pendidikan di tingkat daerah hingga sekolah. Dengan begitu, tidak ada kesan birokratis atau sulit dijangkau.

Selain itu, Kemendikbud dan KPK diimbau untuk membuat sistem transparansi dana pendidikan secara daring. Ubaid menegaskan, tujuannya agar publik dan masyarakat juga bisa mengawasi.

“Kita lihat saja nanti. Ini sebatas kerja sama atau ada aksi nyata,” kata Ubaid.

Kemendikbud, kata Ubaid menambahkan, dapat melakukan koordinasi, pengawasan, dan menyediakan perlengkapan untuk transparansi dana pendidikan dari level sekolah hingga pusat. Mereka juga bisa bersikap aktif memberi sanksi tegas jika ada temuan.

Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan mendorong pengawasan penggunaan anggaran dapat dilakukan di tingkat kementerian hingga penyedia layanan.

“Kalau mau efektif, anggaran dan penggunaan dibuka kepada publik. Jadi bukan hanya KPK yang mengawal, tapi juga masyarakat,” kata Ade.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, 62 persen anggaran pada 2019 merupakan transfer daerah. Hanya tujuh persen yang dikelola Kemendikbud. Pihaknya pun agak kesulitan mengawasi penggunaan anggaran di daerah sejak era desentralisasi.

Muhadjir mengaku, pihaknya belum punya sistem pengendalian efektif untuk pengawasan dan pengendalian anggaran di daerah. Oleh karena itu, mereka memutuskan bekerja sama dengan KPK. Apalagi KPK mampu mengungkap sejumlah kasus korupsi bidang pendidikan di daerah.

“Kami sudah sepakat dengan KPK memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang ada di KPK. Yang sudah tergabung akan kami lengkapi dan sempurnakan sehingga penggunaan anggaran pendidikan, termasuk pencegahan dan penindakan bisa dilaksanakan lebih baik,” ujar Muhadjir.

Ketua KPK Agus Rahardjo berharap kerja sama ini dapat berdampak lebih baik terhadap dunia pendidikan. Menurut dia, banyak sistem yang akan dirancang dan diharmonisasikan.

Salah satu kesepakatan adalah melakukan telaah regulasi, khususnya untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pengawasan anggaran pendidikan di daerah. Selain itu, masing-masing pihak akan segera membentuk tim teknis untuk mengembangkan sistem monitoring berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau e-monitoring dengan penguatan pelibatan publik.

“Anggaran pendidikan cukup besar. Kalau ada penyimpangan sebenarnya kecil-kecil, tapi terjadi di wilayah yang luas. Kalau dikumpulkan akan menjadi sesuatu yang besar,” kata Agus.

Sesuai amanat konstitusi, Pemerintah mengalokasikan minimal 20 persen anggaran fungsi pendidikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlahnya terus meningkat.

Pada tahun 2018, total anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 444,1 triliun, meningkat menjadi Rp 492,5 triliun pada tahun ini. Sebagian besar anggaran fungsi pendidikan ditransfer ke daerah melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU), DAK baik Fisik maupun Nonfisik untuk BOS dan Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).

Pendidikan Antikorupsi

Pengamat pendidikan Totok Amin Soefijanto menilai, pemerintah harus memberikan pendidikan antikorupsi sedini mungkin. Langkah ini sebagai preventif. Sebab, upaya kuratif seperti penangkapan sudah jalan dan akan terus terjadi karena modus semakin canggih.

“Sebenarnya sejak sebelum sekolah sudah harus diberikan. Nilai kejujuran sudah diajarkan sejak balita di lingkungan keluarga. Banyak cara sesuai perkembangan usia. Ada aspek pikir, raga, dan rasa yang disentuh dari pendidikan antikorupsi,” kata Totok.

Pendidikan antikorupsi menjadi salah satu bahasan program kerja sama Kemendikbud dan KPK. Mendikbud Muhadjir Effendy berharap budaya antikorupsi dapat tumbuh di kalangan peserta didik.

“Tidak akan ada mata pelajaran, tapi nanti menjadi bagian dari beberapa kegiatan kurikulum pembelajaran di sekolah. Antara lain bisa disisipkan pada mata pelajaran tertentu, PPKN misalnya.”

Leave a reply