Analisis Pengamat: Dampak Seringnya Pergantian Kurikulum oleh Kemendikbusristek terhadap Kualitas Pengajaran

0
59

Pengamat pendidikan mengingatkan bahwa Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki tantangan besar yang perlu diatasi, alih-alih hanya fokus pada kebijakan kontroversial seperti penghapusan penjurusan di tingkat SMA.

Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menekankan bahwa langkah pertama yang harus diambil oleh Kemendikbudristek adalah memperbaiki mutu guru di Indonesia. Menurutnya, kualitas tenaga pendidik di Indonesia sangat beragam, terutama di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

“Sekolah harus memenuhi delapan standar pendidikan, seperti standar pembiayaan, mutu, guru, sarana, dan proses. Semua hal ini harus merata dan berkualitas,” jelas Ubaid saat dihubungi.

Lebih lanjut, Ubaid mengkritik Kemendikbudristek yang sering melakukan perubahan kurikulum tanpa menyelesaikan masalah mendasar dalam pendidikan, yaitu kompetensi guru.

Ia mengungkapkan bahwa skor kompetensi bahasa Inggris guru-guru di Indonesia cenderung rendah, dengan banyak yang hanya memiliki skor TOEFL sekitar 300, padahal standar minimum untuk guru bahasa Inggris adalah 500.

“Ketika kita berbicara tentang kurikulum dan metode pembelajaran yang harus lebih menarik, kita perlu menyadari bahwa kualitas guru kita masih di bawah standar,” tambahnya.

Ubaid menegaskan bahwa sebelum melakukan perubahan besar pada metode pembelajaran, Kemendikbudristek sebaiknya memastikan bahwa guru-guru memiliki skor minimal yang memadai. “Jika guru sudah mencapai skor 500, barulah kita bisa menganalisis mengapa siswa masih mendapatkan skor 300,” ujarnya.

Sebelumnya, dalam kerangka Kurikulum Merdeka, Kemendikbudristek telah menghapus sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kebijakan ini direncanakan untuk diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) dari Kemendikbudristek, menjelaskan bahwa siswa kelas X SMA akan mempelajari semua mata pelajaran.

Dengan demikian, seorang siswa yang ingin melanjutkan studi di bidang teknik bisa memilih jam pelajaran untuk Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil Biologi.

Sebaliknya, bagi siswa yang ingin berkuliah di bidang kedokteran, mereka bisa memilih Biologi dan Kimia sambil menghindari Matematika tingkat lanjut.

Kebijakan ini diharapkan dapat membantu siswa lebih fokus dalam membangun pengetahuan yang relevan dengan minat dan rencana studi mereka di masa depan.

Namun, Kemendikbudristek merasa bahwa persiapan yang mendalam akan sulit dilakukan jika siswa masih dibedakan berdasarkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.

Comments are closed.