Polemik Kenaikan UKT dan Pengaruh Terhadap Kualitas SDM

0
119

Pendidikan tinggi mempunyai pengaruh yang dominan terhadap proses pembangunan suatu negara, salah satunya dapat meningkatkan produktivitas manusia. Kualitas sumber daya manusia yang diperoleh pada pendidikan tinggi sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membangun negara yang lebih maju.

Sebagai jenjang pendidikan tertinggi, pendidikan tinggi harus menghasilkan lulusan yang siap memasuki dunia industri dan mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Perguruan tinggi juga harus mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Kemendikbud memiliki peran penting dibidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan masyarakat, serta pengelolaan kebudayaan. Kemendikbud juga memiliki beberapa unit kerja Eselon I, termasuk Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, yang berfungsi sebagai badan pengawas dan pengembangan pendidikan tinggi.

Baru-baru ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSOBPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 pada 19 Januari 2024. Peraturan ini berisi tentang penetapan dan penghitungan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSOBPT), Biaya Kuliah Tunggal, Iuran Pengembangan Institusi dan lain-lain.

Namun, peraturan ini menimbulkan pro dan kontra karena dianggap sebagai pemicu melonjaknya biaya kuliah yang drastis. Kenaikan ini membuat calon mahasiswa harus berjuang untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka. Banyak pihak yang menentang kebijakan ini, salah satunya Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang mendorong agar merevisi peraturan ini karena dianggap menyebabkan komersialisasi pendidikan.

Beberapa kasus kenaikan biaya kuliah yang drastis ini terjadi dibeberapa PTN seperti UKT di Universitas Negeri Yogyakarta, setelah berstatus menjadi PTN-BH, membuat biaya kuliah melonjak tinggi. Contohnya, golongan VII sebelumnya Rp 4.940.000,00 sekarang menjadi Rp 6.350.000,00. Ada juga seperti Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang naik hingga 5 kali lipat mengakibatkan unjuk rasa di depan Gedung Rektorat hingga terjadi kericuhan. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed mengatakan UKT terbaru masih belum terjangkau. “Digantinya pun menurut kami belum menjawab semua tuntutan kami,” kata Maulana Ihsanul Huda, Presiden BEM Unsoed.

Apakah pendidikan tinggi masih dapat dirasakan semua orang?
Pernyataan Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Tjitjik Tjahjandarie, bahwa pendidikan tinggi sifatnya tersier dan tidak wajib belajar. Ia mengatakan bahwa pendidikan tinggi tidak masuk program wajib belajar dan pendanaan pemerintah tidak difokuskan pada pendidikan tinggi. Pernyataan ini menuai kritikan dari banyak pihak, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritik pernyataan Kemendikbud bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education. JPPI menilai bahwa pendidikan tinggi harus dianggap sebagai barang publik dan tidak boleh komersialisasi.

Mereka juga menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan tinggi sebagai public goods dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi. Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyayangkan pernyataan Kemendikbud bahwa pendidikan tinggi tidak wajib belajar. Ia mengatakan bahwa pernyataan ini tidak solutif dan tidak memperhatikan kekhawatiran mahasiswa dan orang tua terkait kenaikan UKT yang melambung tinggi. Ia juga menuntut agar pemerintah mengawasi implementasi regulasi penentuan UKT di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Nadiem mengaku cemas melihat angka-angka kenaikan UKT di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN). Dia mengatakan bahwa beberapa angka-angkanya juga mencemaskan dan memahami kekhawatiran mahasiswa dan orang tua terkait kenaikan UKT yang semakin mahal.

Kemajuan negara dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang berkualitas, lalu apa jadinya jika akses pendidikan dipersulit dengan biaya yang tinggi? sudah seharusnya negara mencari solusi agar masyarakat menengah kebawah tetap bisa merasakan nikmatnya pendidikan tinggi.

Kumparan.com

Comments are closed.