Kiprah Tanoto-Sampoerna Jika Disandingkan dengan NU-Muhammadiyah

0
490

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation menyebutkan bahwa mereka telah diajak oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), untuk menjalankan Program Organisasi Penggerak (POP) dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Begitu juga dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU dan Muhammadiyah. Namun mereka memutuskan keluar dari program tersebut. Alasannya adalah proses seleksi yang tidak jelas, salah satunya ketika verifikasi di lapangan.

Di mana dari 156 organisasi masyarakat (ormas) yang lolos, ketika dilakukan verifikasi lapangan, tidak ada pengurangan jumlah ormas. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan publik apakah benar lembaga independen yang melakukan verifikasi benar turun ke lapangan atau tidak.

Kembali ke Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation, jika dibandingkan dengan NU dan Muhammadiyah, tentunya mereka adalah lembaga baru. Tanoto sendiri dibangun pada 1981 dan Sampoerna Foundation didirikan pada 2001.

Sedangkan NU telah berdiri pada 1926 dan Muhammadiyah pada 1912. Keduanya lahir jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Di mana peran keduanya kala itu adalah membantu masyarakat buta huruf agar lebih berpendidikan sebagai ormas pendidikan dan keagamaan.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji pun menyampaikan bahwa kedua lembaga baru tersebut masih begitu belia, jika bicara soal pendidikan di Indonesia pun, dikatakannya kalau mereka masih belum paham betul. Namun, berbeda dengan NU dan Muhammadiyah.

“Dia pemain baru yang mungkin tidak punya sejarah panjang soal pendidikan Indonesia, pendidikan itu kan sangat erat dengan akar budaya, Sampoerna dan Tanoto tau apa soal sejarah kebudayaan bangsa Indonesia seperti apa, NU dan Muhammadiyah lebih tau. di mana-mana pasti ada sekolah Muhammadiyah, di semua daerah pasti ada pesantren dan madrasah NU,” ungkapnya kepada JawaPos.com, Kamis (23/7).

Dia pun mempertanyakan alasan Kemendikbud mengajak dua pihak tersebut untuk menjalankan POP. Pasalnya, rekam jejaknya masih kalah jauh dengan dua lembaga terdahulunya. Bahkan, dikhawatirkan akan mengkibatkan bias (ketidakjelasan).

“Ngomongin pendidikan ngajak Tanoto sama Sampoerna, pendidikannya (pengajaran) bias kota, bias barat, bias kelas. Sementara NU dan Muhammadiyah ini kan pendidikan untuk semua kalangan, rakyat belajar di situ, orang di kampung belajar di situ, orang kota juga. Kalau Tanoto sama Sampoerna ini orang yang baru ngomong pendidikan kok dipercaya, ngga logis itu,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Tanoto Foundation dipilih oleh Kemendikbud untuk menjadi salah satu pelaksana POP. Mereka pun membiayai sendiri Program PINTAR Penggerak ini dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022).

Sedangkan, Sampoerna Foundation sendiri mengakui bahwa secara terbuka telah dipilih oleh Kemendikbud menjalankan program tersebut. Mereka juga telah menjalankan program pendidikan untuk peningkatan akses dan kualitas sekolah dan guru di Indonesia. Dengan menjangkau lebih dari 92.000 guru, 155.000 siswa, 855 sekolah dan 40 madrasah di 57 daerah dan 27 provinsi di Indonesia.

Kemudian, LP Ma’arif NU memiliki 6 ribu lebih lembaga pendidikan dari tingkat TK hingga perguruan tinggi. Saat ini secara mandiri sedang fokus menangani pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah sebanyak 15 persen dari 45.000 sekolah atau madrasah di bawah naungan LP Ma’arif NU PBNU, dan satuan pendidikan formal NU berbasis pondok.

Lalu, Muhammadiyah sendiri memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi. Persyarikatan Muhammadiyah pun sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka.

Leave a reply