Momentum Tingkatkan Mutu Guru

0
820

Pandemi Korona | Kemendikbud dan Dinas Pendidikan Mesti Beri pelatihan Guru secara Daring

Teknologi informasi dan internet menjadi penyelamat saat hampir semua kegiatan harus dilakukan di rumah demi mencegah penyebaran virus.

JAKARTA – Proses belajar mengajar di masa pandemi virus korona baru (Covid-19) menuntut pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Para guru harus menjadikan momen ini untuk meningkatkan kompetensi terutama dalam penguasaan teknologi.

“Ini momentum pas agar guru-guru yang selama ini tertinggal menggunakan model pembelajaran ini,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, saat diwawancarai Koran Jakarta, di Jakarta, Minggu (19/4).

Ubaid menilai pola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis dalam jaringan (daring) atau online yang saat ini belum efektif mengingat banyak guru hanya memberikan tugas. Padahal, saat ini dibutuhkan model-model pembelajaran kreatif dan inovatif yang bisa berlanjut pasca pandemi Covid-19.

Ia menyebut pemerintah dalam hal ini Kementerian dan Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu menyusun kurikulum darurat korona sehingga memandu para guru dalam pembelajaran. Kemendikbud dan Dinas pendidikan tiap daerah, mesti memberikan pelatihan terhadap guru dalam bentuk daring.

Ia menambahkan hal-hal tersebut perlu dibarengi monitoring dan evaluasi agar ada peningkatan mutu pendidikan. Evaluasi tidak hanya diarahkan pada siswa, tapi juga guru.”Mutu sekolah tergantung kualitas gurunya. Kalau kualitas guru bagus, mutu sekolah otomatis mengikuti,” imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Ubaid juga menyoroti kebijakan Kemendikbud yang membolehkan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengakses aplikasi pendidikan berbayar. Ia menyesalkan kebijakan tersebut karena dapat terjadi konflik kepentingan.

Lebih jauh disampaikan, kebijakan tersebut mengindikasikan kapitalisasi di dunia pendidikan. Dari segi pembelajaran, kebijakan tersebut juga mereduksi peran guru sebagai fasilitator. “Ini seperti guru memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS). Kebijakan tersebut bisa menghambat peningkatan kompetensi guru dan mutu pendidikan,” tandasnya.

Perlu diketahui, Kemendikbud telah mengerevisi kebijakan penggunaan dana BOS untuk masa pandemi ini. Meski setiap sekolah eksibel dalam pemanfaatan dana BOS, tapi terdapat kebijakan bahwa dana BOS bisa dipergunakan untuk membayar aplikasi pendidikan.

Kritisi Kebijakan

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mempertanyakan soal penggunaan dana BOS untuk membiayai aplikasi pendidikan berbayar. Sepengetahuannya, dalam rapat antara DPR serta Kemendikbud dan penyedia layanan aplikasi pendidikan beberapa waktu lalu tidak ada pembahasan soal pembayaran aplikasi tersebut.”Mereka justru ingin menggratiskan layanan mereka,” ucapnya.

Meski kehadiran aplikasi pendidikan tersebut banyak digunakan dalam proses pembelajaran selama pandemi, pengawasan juga harus dilakukan. Apalagi jika ada indikasi penggunaan dana BOS untuk membayar layanan tersebut.”Kalau lantas malah ada celah dana BOS digunakan untuk langganan penyedia layanan pendidikan, harus kita kritisi,” paparnya.

Sementara itu, Praktisi pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (Cerdas), Indra Charismiadji menyebut, Dana BOS untuk membayar aplikasi layanan pendidikan hanya menghamburkan uang negara. Menurutnya, Kemendikbud mengoptimalkan “Rumah Belajar” yang bisa diakses secara gratis.

Ia menilai aplikasi “Rumah Belajar” kemampuannya setara dengan aplikasi serupa. Bahkan, dari sisi kapasitas server bahkan “Rumah Belajar” mampu menampung hingga 50 juta siswa belajar.

“Kalau masalahnya konten, Kemendikbud punya anggaran Rp. 70 triliun lebih untuk membenahinya,” katanya.

Leave a reply